Edukasi

Ganyang Pseudoscience Sekarang Juga!

15 Jan 2025

Apakah kamu pernah mendengar tentang hipotesis bumi datar? Atau pernah membaca berita orang sakti dapat hidup tanpa jantung? Bahkan menyaksikan berita di sosial media orang alim yang dapat pergi ke Mekah dari Indonesia hanya hitungan detik? Kalau begitu selamat, anda menyaksikan beberapa contoh Pseudoscience terjadi di sekitar kita. Baiklah, kali ini saya akan menjelaskan dengan sederhana apa itu pseudoscience dan bagaimana mengenal contoh pseudoscience atau ilmu semu di kehidupan sehari-hari.

Dilansir dari Oxford Reference, “Pseudoscience is theories, ideas, or explanations that are represented as scientific but that are not derived from science or the scientific method”. Singkatnya Pseudoscience adalah sebuah klaim berupa kepercayaan, praktik, maupun ilmu yang terlihat ilmiah, didukung dan dipercaya oleh banyak pihak namun tidak memiliki bukti nyata, metode ilmiah, bahkan tidak sesuai dengan empiris sehingga dapat menimbulkan kebingungan di antara masyarakat dan akan berbahaya jika yang percaya akan hal itu terlalu banyak sampai jumlahnya menjadi mayoritas.

Sebagian teman-teman yang membaca, pasti bingung bagaimana cara mengenalinya karena informasi-informasi yang tersebar begitu cepat di internet membuat kita bingung memilah mana yang benar dan salah. Oleh karena itu, untuk membedakan mana yang termasuk pseudoscience dengan fakta dan ilmu pengetahuan yang sebenarnya, kita perlu mengenali ciri-ciri Pseudoscience untuk mencegah kekeliruan tidak terjadi sebagai berikut,

Tidak Dapat Dibuktikan

Ilmu pengetahuan sebagaimana yang kita ketahui, selalu berkembang dan bergerak maju dari zaman purba hingga zaman modern dibantu oleh eksperimen para ilmuwan dan pengecekan ulang yang menghasilkan bukti yang sebenarnya sehingga apapun hal yang mengatasnamakan dirinya ‘Ilmu’ perlu dibuktikan lebih lanjut.

Sebagai contoh, Teori Gravitasi Newton mengungkapkan bahwa ‘semua benda saling tarik menarik karena adanya gaya gravitasi’ dapat dikatakan sebagai ilmu yang sebenarnya karena telah melewati banyak verifikasi ilmiah, mulai dari replikasi eksperimen, perhitungan, dan pembuktian yang didukung dengan pengamatan universal, sehingga divalidasi oleh banyak fisikawan sehingga memiliki bukti bahwa Teori Gravitasi Newton memang sahih.

Sebaliknya, Supranatural bukan merupakan ilmu sebenarnya, melainkan hanya Pseudoscience atau ilmu semu karena ketika klaim Supranatural ingin dibuktikan dengan eksperimen maupun pengamatan secara langsung maupun tidak langsung, hasilnya pun tidak ada bahkan hanya omong kosong cenderung tidak logis sama sekali. Sebagai pembuktian, Jika ada seseorang yang mengaku mempunyai ‘sosok pelindung’ di belakangnya, ya mudah saja, kita harus menyuruhnya untuk membuktikannya melalui percobaan ilmiah dan 100 persen hasilnya tentu tidak ada sama sekali dan sekarang anda bisa mencari contoh yang lain.

Bukti-Buktinya Hanya Berasal dari Testimoni dan Pengalaman Seseorang Semata

Nah, ciri-ciri selanjutnya dari Pseudoscience itu kebanyakan orang memercayai bahwa hal itu benar hanya karena mendengar dari pengalaman orang lain padahal perkataan orang lain tentu tidak termasuk suatu pembuktian. Karena balik lagi ke bagian pertama bahwa ilmu itu menjadi valid karena adanya proses pembuktian. Proses pembuktian ini melibatkan banyak cara mulai dari logika, falsifiability, replicability, metode ilmiah, maupun bukti empiris. Sebelum melangkah lebih jauh, kita harus sepakat akan hal ini.

Sebagai ilustrasi, apakah kamu pernah mendengarkan suatu ceramah tentang kesaktian orang alim yang ‘katanya’ memiliki kemampuan dapat hidup tanpa jantung di sosial media? Jika pernah, coba pikirkan secara baik-baik, apakah menurut kamu setelah membaca penjelasan di atas itu, perkataan ceramah itu masuk akal? Atau setidaknya logis? Tentu tidak mungkin seseorang dapat hidup tanpa jantung begitu saja kecuali memakai alat bantu untuk memompa darah (Kita pun mengerti esensialnya fungsi jantung di tubuh ketika belajar biologi).

Cherry Picking, Memilih Bukti Sesuai Maunya

Yang namanya ilmu pengetahuan, untuk melaksanakan eksperimen dan menunggu hasilnya, satu hal yang harus dicatat yaitu apapun hasil uji dari eksperimen yang kita lakukan, kita harus menerima jika hasil uji eksperimen kita sesuai yang kita harapkan ataupun tidak, kita tidak boleh memilih sesuka hati bukti atau hasil yang kita inginkan, ini lah namanya konsep falsifiability.

Penganut Pseudoscience pada umumnya berusaha melegitimasi apa yang dipercayanya kepada semua orang dengan memilih bukti-bukti sesuka hati mereka agar terlihat seperti benar dan sah padahal cara kerja suatu ilmu tidak seperti itu.

Seperti contoh, kalau teman-teman ingat pada saat virus covid 19 melanda, pemerintah kita dengan kelalaiannya mematenkan kalung anti virus corona padahal kita tahu bahwa kalung tersebut tidak memiliki efek apa-apa. Namun, pemerintah mengklaim bahwa kalung tersebut dapat membuat orang terhindar dari virus dengan bukti-bukti yang ada, sementara itu, di lain hal juga terdapat bukti yang lebih banyak bahwa kalung itu tidak memiliki efek apapun dan masyarakat pun tetap terjangkit itu virus. Itulah kesalahannya.

Menggunakan Istilah Ilmiah Namun Isinya Omong Kosong

Salah satu ciri-ciri lainnya adalah penggunaan istilah ilmiah di setiap klaim, tapi sayangnya jika ditelaah lebih dalam, yang mereka klaim hanyalah sebuah ilmu semu yang tidak ada gunanya dan kosong belaka. Biasanya pihak-pihak yang menggunakan istilah ilmiah bertujuan untuk menarik perhatian apalagi bersembunyi di balik penamaan sains sehingga orang mengira secara sekilas itu sesuai dengan ilmu pengetahuan padahal tidak sama sekali.

Kita dapat mengambil contoh di sekitar kita pada saat penyebar pseudoscience menggunakan penamaan ‘kuantum’ untuk memvalidasi beberapa karya mereka seperti Pengobatan Kuantum, Astrologi Kuantum, Kuantum Rezeki, Teori Pikiran Kuantum, bahkan yang lebih parah lagi mereka menggabungkannya menjadi Psikologi Kuantum padahal kalau kita teliti lebih dalam lagi, itu semua hanyalah sebuah kesesatan dan tidak mengandung sekalipun prinsip-prinsip Fisika Kuantum (Itupun jika mereka paham apa itu Fisika Kuantum).

Tidak Bisa Menjelaskan Bagaimana Klaim Tersebut Bekerja Berdasarkan Ilmu Pengetahuan yang Ada

Sekali lagi ilmu pengetahuan dengan cemerlangnya dapat menjelaskan bagaimana cara suatu hal dapat terjadi, cara dunia bekerja, bahkan suatu bintang nan jauh akan lahir atau menuju kematian. Hal ini disebabkan oleh pentingnya suatu metode dan cara bagaimana ilmu itu didapat mendekati kebenaran.

Berbeda dengan ilmu pengetahuan, Pseudoscience tidak mampu menjelaskan cara kerja ilmunya sendiri dan cenderung mendapatkan isi ilmunya dengan cara yang asal-asalan tidak sesuai dengan kaidah sains sehingga tatkala pseudoscience diperdebatkan isinya tidak ada yang bisa menjawab bantahannya.

Kita dapat mengambil Astrologi sebagai contohnya, seperti yang kita tahu Astrologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara pergerakan bintang-bintang dengan nasib dan kehidupan manusia. Jadi intinya, setiap nasib ataupun perilaku manusia tersebut ditentukan dengan posisi dan waktu bintang tersebut berada. Di sini kita dilanda kebingungan, bagaimana bisa posisi dan waktu bintang dapat memengaruhi perilaku manusia tersebut? Bagaimana Astrologi dapat menjelaskan kenapa hal itu bisa terjadi? Apa penyebab posisi dan waktu bintang dapat memengaruhi nasib seseorang? Nah tentu Astrologi tidak dapat menjelaskan hal itu, begitu juga dengan Pseudoscience yang lainnya.

Saya berharap teman-teman yang membaca ini dapat mencari contoh lain Pseudoscience karena kalau dibiarkan akan sangat berbahaya dan berdampak ke kehidupan masyarakat, karena sesungguhnya untuk menghindari masyarakat dari kebodohan adalah dengan mengenal kebohongan yang terjadi di sekitar yang tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan.

Sebenarnya masih banyak cara mengenali hal-hal yang termasuk Pseudoscience, semoga nanti tulisan kita yang lain akan bertambah juga dan tak segan-segannya mengeluarkan masyarakat dari ketidaktahuan. Selamat membaca kamerad!

Daftar Pustaka
  • Bell, Suzanna. (2012). A Dictionary of Forensic Science. Oxford: Oxford University Press

  • 11 Characteristics of Pseudoscience. (2021, 10 Agustus). Diakses dari https://skepticalscience.com/11-characteristics-of-pseudoscience.html

Penulis: Muhammad Faiz Baihaqi

Editor: Tim Pena PPI Bandirma